ASAL USUL WAE TELANG (Telang manusia kera)


ASAL USUL WAE TELANG (Telang Manusia Kera)
Oleh Maria Trifena Salut

(Sumber foto: klik disini  )

            Di sebuah desa yang sekarang dinamakan desa Lendong yang berada di  Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat, ada sebuah mata air yang bernama “Wae Telang”. Wae Telang tepatnya berada di kampung Bonda.
            Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak bernama Telang. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya. Kedua orang tuanya bekerja sebagai petani. Setiap hari mereka selalu ke kebun untuk bercocok tanam.
            Pada suatu hari, Telang merasa haus. Ia menghampiri ibunya dan meminta minuman. Telang berkata “mama, aku masa wae, tegi koe wae”. Tetapi ibunya sibuk melakukan ciwal atau menggarap tanah menggunakan tofa. Sang ibu menyuruhnya meminta minuman kepada ayahnya. Ibunya berkata “ngo tegi wae agu ema’m”.  Telang pun meninggalkan ibunya dan pergi menghampiri ayahnya. Telang meminta minuman tetapi ayahnya tidak peduli. Ia sibuk menancapkan pagar untuk melindungi tanaman-tanamannya. Sang ayah menyuruhnya meminta minuman kepada ibunya. Ayahnya berkata “ngo tegi wae agu ende’m”. Telang sudah sangat kehausan. Ia kembali menghampiri ibunya dan meminta minuman. Namun, ibunya kembali menyuruhnya meminta minuman pada ayahnya. Telang pergi lagi ke tempat ayahnya dan di suruh untuk meminta minuman kepada ibunya.
            Telang sudah sangat lelah dan kehausan. Ia sudah berkali-kali menghampiri ayah dan ibunya. Tetapi, tetap saja tidak dihiraukan. Telang pun menjadi putus asa. Ia naik ke atas pohon ara yang besar. Telang membawa serta lewing atau periuk dan kebor atau sendok masak.  Sesampainya di atas pohon, telang meletakkan lewing di atas kepalanya. Dan menancapkan kebor ke anusnya. Tak diduga, ia tiba-tiba berubah menjadi seekor kode atau kera.
            Ibu Telang sudah selesai bekerja dan kembali ke pondok. Ia memanggil dan mencari Telang. Namun ia sangat terkejut karena seekor kera yang menyahut panggilannya. Ia kembali memanggil nama Telang, “Telang….Telang nia hau nana?” panggil  ibunya. Namun, kera kembali menyahut panggilannya. Sang ibu pun memanggil suaminya. Ia berkata “toe manga ndo’o hi Telang, kawe koe lehau” . Ia menyuruh suaminya mencari Telang. Namun sang suami tetap sibuk mencapkan pagar. Ia berkata “gereng sekoe, teke sekoe gejur daku”. Kemudian, ia kembali memanggil nama Telang, “Telang… Telang… ho wae ga nana, mai ga”. Ibunya mulai curiga ketika kode kembali menyahut panggilannya. Karena kontak batin, ia tahu bahwa kode tersebut adalah jelmaan dari Telang anaknya. Ia kemudian menangis dan meminta maaf kepada Telang. Ia memeluk kode jelmaan telang tersebut. Sang ayah mendengarkan tangisan istrinya dan segera menacapkan pagar terahkir ke dalam tanah.
            Tiba-tiba keluar air yang besar dari dalam tanah. Tak butuh waktu lama, kebun itu segera dipenuhi oleh air dan menenggelamkan ayah dan ibu Telang. Kode jelmaan Telang pun naik ke atas pohon ara.
            Dari kisah tersebut, warga sekitar menamai mata air tersebut Wae Telang. Sesuai dengan nama kode jelmaan manusia, yaitu Telang.



Komentar